Headlines
Loading...
Sejarah Sukubangsa Batak Sejak abad ke XIV

Sejarah Sukubangsa Batak Sejak abad ke XIV




Sejarah Kebudayaan Suku Batak, jelas sekali termasuk salah satu bagian sejarah kebudayaan dan pergolakan bangsa Indonesia, Seperti sejarah Melayu, Sriwijaya, Pangaruyug, Minangkabau, Sunda, Singosari dan Mojopahit (Jawa), Dayak, Bugis, Toraja, dan lain sebagainya.

Suku Batak sebagai salah satu sukubangsa daripada rumpun Melayu/Indonesia-tua, mungkin yang termasuk yang tertua di Sumatera khususnya dan di Indonesia umumnya; menyebabkan sejarah kebudayaan sukubangsa ini sesuai dengan data - data yang ada; mempunyai arti pernting juga dalan sejarah "kebudayaan -asli" Indonesia.

Kewajiban untuk menggali dan menyusun sejarah yang dimaksud, bukan saja menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah Pusat, tetapi juga atau terutama termasu menjadi salah satu tugas dan tanggung jawab dari masyarakat dan Pemeintah-Pemerintag Daerah dalam tingkatan sesuai dengan bidang masing-masing; selaras dengan maksus pasal 18 UUD RI 45 yang menyatakan; "Pembagian Daerah Indonesia atas daerah Besar dan kecil, dengan bentuk penyusunan pemerintahan nya ditetapkan dengan Undang-undang, dengan memandang dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara, dan Asal-usul dalam Daerah-daerah yang bersifat Istimewa".

Kalau pun ada beberapa buku yang memuat sejarah dan kebudayaan suku bangsa Batak dan dinasti Si Singa Mangaraja, Kebanyakan hanya secara subyektif dengan tidak memakai tarikh (angka-angka tahun atau abad). Justru oleh sebab itu hingga dewasa ini, masih sukar terterafkan kepada sejarah Nasional Indonesia, misalnya kepada sejarah-sejarah kerajaan-kerajaan Melayu Sriwijaya, Ekspedisi Pamalayu Singosari ke Sumatera (1275-1289) dan Ekspedisi Mojopahit (1331-1364) di bawah pimpinan Gajah Mada, begitu pula kepada kerajaan Batak Haru/ Aru (kira-kira 1200-1450), samudra/pasai, Pangaruyung, Aceh, Malaka, Portugis, dan lain-lain.

Sedangkan dengan sejarah-sejarah dilingkngan masyarakat Batak sendiri di Sumatera Utara; antara Toba, Angkola-Mandailing, Asahan, Barus, Simalungun, Karo, Pakpak-Dairi, Gayo-Alas, Singkel dan lain-lain; hingga sekarang masih susah terterafkan secara menyeluruh. Misalnya sejak tahun atau abad ke beberapa marga-marga: Harahap, Siregar,Lubis, Nasution (Pohan) dan lain-lain menjadi penghuni daerah Angkola dan mandailing (termasuk Padanglawas)? Sejak kapan terbentuk 'Marga Silima' atau 'Silima Marga' di tanah Karo dan apa latar belakang pembentukan marga 'persekutuan/gabungan' ini? Sejak kapan berdirinya kerajaan 'Raja Naopat/Maropat' di Simalungun dan apa latar belakang nya? sejak kapan lahir Tuan Singa Mangaraja ke-I sebagai 'inkarnasi' dan apa latar belakangnya? Sejak kapan lahir Marga-marga dan pola kebudayaan Dalihan Natolu dan apa latar belakangnya? Apa arti/ma'na tongkat sihir/malaikat 'Tunggal Panaluan' sebagai fakta tunggal sejarah Batak?  dan lain sebagainya; semuanya hingga sekarang masih menjadi samar-samar dan simpang siur dan sentiasa mempengaruhi 'emosi' dan 'alam pikiran' sukubangsa batak pada umumnya, terutama yang tinggal didesa-desa. Semakin cerdas masyarakat kita rasanya pertanyaan-pertanyaan diatas, tidak mungkin dlenyapkap/dihilangkan begitu saja, apakala hanya dengan menanamkan 'animisne-phobi' semata-mata. Buktinya mari kita perhatikan penggalian tulang-belulang dan pembuatan 'semen-semen/tugu' para leluhur yang menjadi dewasa ini di Tapanuli Utara sebagai respon dari pada pola kebudayaan masyarakat dan Kerohanian Dalihan Natolu.

Penyusunan sejarah dan kebudayaan sukubangsa Batak, memang sudah masanya sekarang digali dan diungkap secara ilmiah terutama bagi generasi penerus, yang sedang memasuki pintu gerbang ekselarasi modernisasi yang menghadapi berbaga-bagai masalah 'intern dan extern' dewasa ini; dimana secara jujur harus diakui, bahwa sukubangsa Batak tadinya telah jauh terpencil dan terbelakang di bidang kemajuan modern, akibat 'pengisolasian' diri sendiri, beberapa abad dimasa lampau; demi untuk mempertahankan kebudayaan/kepribadian dari pada pengaruh-pengaruh kebudayaan dan peradaban yang baru, yang dibawa oleh agama islam (sejak abad ke-13) dan penjajahan Belanda dan agama Kristen (sejak abad ke-19)

Pengisolasian sukubangsa baru mulai terbuka, karena kemauan zaman yang tak terelakkan sejak akhir abad ke-19. Dan sebagai status-quo' dalam hal ini, ialah setelah tammat perjuangan Si Singa Mangaraja  XII secara fisik melawan penjajahan Belanda pada tanggal 17-6-1907. Terhitung dari status-quo tersebut dalam periode lebih kurang ½ abad, sukubangsa Batak telah melompat jauh ke depan dalam bidang kemajuan, terutama jika dibandingkan dengan beberapa sukubangsa Indonesia lainnya. Dan pelompatan yang lebih jauh ke depan, ialah sejak pengakuan kedaulatan Indonesia
(terhitung sejak awal 1950). Kejadian ini bisa saja menimbulkan pertanyaan bagi sementara golongan, apakala tidak telah dipelajari sejarah dan kebudayaan sukubangsa Batak. Seorang sarjana anthropologi bangsa kita, talah membuat analisa mengenai hal ini sebagai berikut:
                      " Faktor yang penting sebab-sebab terjadinya kemajuan yang pesat ini, adalah sebgai bukti, bahwa Dr. Nomensen adalah benar-benar senang manusia yang mengagumkan, karena pengetahuannya yang baik dan banyak tentang kebudayaan Batak pada umumnya. Bagaimana nilai pengalaman masyarakat Kristen Batak, yang senantiasa berpikir sekuat tenaga untuk memperoleh peningkatan cita-citanya. Ini hanya dapat diketahui, apabila setiap orang mencoba mempelajari kebudayaan Batak". (Dr. Ph. O.L. Tobing dalam Tulisannya pada sebuah buku, menyambut Sejarah 100 tahun Gereja Kristen yang pertama (Huria Dame) pada tanggal 29 Mei 1964 di Salitnihuta Tarutung (snar Harapan Medan, 12 Maret 1964)

Sukubangsa Batak umumnya dan Batak-Toba khususnya yang bermukim di pusat negeri Toba, scara jujur harus diakui sangat miskin dibidang ekonomi. tetapi sangat kaya dibidang kebudayaan dan falsafah hidup seperti dipaparkan lebih lanjut dalam tulisan ini.





0 Comments: